Wasiat pertama: Untuk tidak menyekutukan Allah (berbuat syirik). Karena kesyirikan adalah pokok segala yang diharamkan dan induk segala dosa. Berkata sahabat Ibnu Mas’ud, Aku bertanya kepada Rasululloh tentang dosa apa yang paling besar? Beliau menjawab: Kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia yang menciptakanmu.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Kesyirikan adalah dosa yang Allah tidak akan mengampuninya bila seorang tidak bertobat darinya. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”(QS. An Nisa: 48)
Sesungguhnya, terbebasnya keyakinan dari noda kesyirikan dan kemurnian iman merupakan jalan keselamatan dan pondasi kokoh yang agama ini dibangun diatasnya. Bila keyakinan seorang tidak lepas dari kesyirikan maka amalan seperti apapun tidak akan berguna meski nampak baik secara lahiriah. Telah datang berita gembira dari Nabi bagi orang yang mati dalam keadaan bersih dari berbagai persekutuan bersama Allah dalam ibadah. Nabi bersabda:
أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَبَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ لَايُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا مِنْ أُمَّتِكَ دَخَلَ الجَنَّةَ
“Telah datang kepadaku Jibril, lalu ia memberi berita gembira kepadaku bahwa barangsiapa dari umatmu mati dalam keadaan ia tidak menyekutukan sesuatupun dengan Alloh maka dia akan masuk surga.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Allah Ta’ala telah melarang segala bentuk kesyirikan, apakah yang berkaitan dengan ibadah yaitu dengan memberikan peribadatan kepada selain Allah, atau yang berkaitan Sifat Allah dengan memberikan sifat ketuhanan kepada makhluk, atau kesyirikan yang berkaitan dengan perbuatan Allah. Seperti meyakini pada sebagian makhluk bahwa ia mampu untuk mengatur alam semesta, memberi rejeki, menyembuhkan penyakit dan semisalnya.
Wasiat kedua: adalah keharusan berbuat baik terhadap kedua orang tua dan haramnya berbuat durhaka kepada mereka. Durhaka kepada kedua orang tua dan menyakiti mereka dalam bentuk apapun dan sekecil apapun adalah perkara yang diharamkan Allah. Sebagaimana firmanNya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”(QS. Al Isro’: 23)
Coba anda cermati ayat ini bagaimana Allah mengiringkan keharusan menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua. Hal ini menunjukkan tentang tingginya kedudukan orang tua serta dorongan untuk berbakti kepada mereka. Al Qur’an Al Karim telah mengulang-ulangi penjelasan tentang berbakti kepada kedua orang tua sebanyak tujuh kali sebagai penekanan agar seorang muslim senantiasa berpegang teguh dengan perangai yang mulia ini terhadap kedua orang tuanya. Demikian pula Rasululloh telah menekankan hal itu sebagaimana dalam riwayat Ibnu Mas’ud dia berkata: “Wahai Rasululloh, amalan apa yang paling dicintai oleh Allah? Beliau menjawab: Sholat pada waktunya. Aku bertanya, kemudian apa? Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua, aku bertanya: kemudian apa? Beliau menjawab: Berjihad dijalan Allah.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Dalam salah satu haditsnya beliau bersabda (yang artinya): “Keridhoan Allah terletak pada keridhoan kedua orang tua dan kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan kedua orang tua.” [Hr. Attirmidzi dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban]
Wasiat ketiga: Larangan membunuh anak. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.”(QS. Al An’am: 151)
Setelah Allah berwasiat kepada para anak agar berbakti kapada kedua orang tuanya maka disini Allah berwasiat kepada para bapak untuk berbuat baik terhadap anak. Yang demikian agar bangunan keluarga berdiri diatas kuatnya pondasi saling mencintai dan hubungan yang baik. Perlu diketahui bahwa keluarga adalah batu pertama untuk berdirinya suatu bangunan masyarakat. Dan dikarenakan agama Islam ini sangat antusias dalam pembentukan masyarakat yang kuat dan saling erat berhubungan maka Islam mengarahkan perhatiannya kepada membangun keluarga diatas pondasi saling mencintai. Diperintahnya setiap anggota keluarga untuk menunaikan hak kepada yang lainnya dan melaksanakan tugas yang diembannya. Allah berpesan kepada para bapak dan ibu agar memperhatikan anak-anak mereka dan mendidik mereka dengan bagus. Termasuk dosa (besar) bila seorang tidak memperhatikan keadaan mereka. Nabi bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْماً أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ
“Cukup seorang (dikatakan) melakukan dosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” [Hr. Abu Daud]
Berkata Ibnu Mas’ud: Aku berkata: Wahai Rasululloh, dosa apa yang paling besar? Beliau menjawab kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia yang menciptamu. Aku berkata: kemudian apa? Beliau bersabda: Kamu membunuh anakmu karena takut diberi makan bersamamu (takut fakir). Aku bertanya: lalu apa? Beliau menjawab: Kamu berzina dengan isteri tetanggamu. Lalu Rasululloh membaca ayat:
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا ءَاخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,”(QS. Al Furqon: 68-69)
Membunuh anak dalam bentuk apapun diharamkan. Ayat dalam surat Al An’am 151 menjelaskan tentang kebiasaan orang-orang jahiliah dahulu dimana mereka membunuh anak-anak mereka dikarenakan fakir, sebagaimana disebutkan dalam surat yang lain bahwa orang-orang jahiliah juga membunuh anak-anak mereka karena khawatir terhadap masa depan yang sulit dan fakir. Allah Ta’ala berfriman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.”(QS. Al Isro’: 31)
Sebagaimana pula disebutkan dalam Al Qur’an tentang sebagian kekejaman orang-orang jahiliah dimana mereka membunuh anak-anak perempuan karena khawatir mendapat celaan. Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh,”(QS. Attakwir: 8-9)
Padahal, diantara nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-hambaNya adalah nikmat berupa anak-anak dan cucu. Allah Ta’ala berfriman:
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni`mat Allah?”(QS. An Nahl: 72)
Dan diantara bentuk mengkufuri nikmat adalah tidak memperhatikan terhadap hak-hak anak dan mendhalimi mereka dengan pembunuhan atau yang lainnya terlebih jika hal yang mendorong untuk melakukan itu adalah takut fakir, padahal Allah telah menjamin rejeki hamba-hambaNya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya,”(QS. Hud: 6)
Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya Rahul Qudus (Jibril) telah meniup pada hatiku bahwa suatu jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan mengambil rejekinya secara penuh.” [Hr. Abu Nu’aim fil hilyah dan dishohihkan Al Albani dalam shohih Al Jami’]
Komentar
Posting Komentar